AKSIOLOGI (ETIKA DAN ESTETIKA)
FILSAFAT PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata kuliah :
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu
: Farid Choeroni, M. Si
Disusun Oleh:
1.
Zully
Imayatul Ula (1410310062)
2.
Laily
Nurul Fitriani (1410310076)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH/B
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Pendidikan Islam
merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al
Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat
Islam. Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai
problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai
komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali
dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga mutu
pendidikan Islam kurang berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal
tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari kebenaran sedalam-dalamnya,
berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem filosofis pendidikan
Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan dalam pelaksanaan
pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Berdasarkan
sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist. Kajian Filsafat
pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi memberikan
manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Ontologi membahas tentang
hakekat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber pendidikan Islam,
serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun dalam makalah ini
membahas tentang aksiologi (etika dan estetika) pendidikan Islam.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
Pengertian Aksiologi (Etika dan Estetika)?
2.
Bagaimanakah
Etika dan Estetika dalam Filsafat Pendidikan Islam ?
3.
Apa
Implikasi Aksiologi dalam Filsafat Pendidikan Islam?
4.
Apa
Kegunaan Aksiologi dalam Ilmu Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Aksiologi (Etika dan Estetika)
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu;
axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang
berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa
Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos”
yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari
nilai.[1]
Menurut Suriasumantri aksiologi
adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.[2]
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat
nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini
terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah
nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi
bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah
kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.
Menurut
Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1.
Moral Conduct,
yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika.
2.
Estetic Expression,
yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan.
3.
Sosio-political life,
yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosial politik.
Dari definisi-definisi aksiologi
di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan
manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah
norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di
dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan
norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan
dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari
filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad),
benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means
and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis.
Dari definisi-definisi aksiologi
di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang aksiologi (nilai)
dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B.
Etika
dan Estetika dalam Filsafat Pendidikan Islam.
1.
Etika dalam Filsafat Pendidikan
Islam.
Etika
adalah bagian filsafat nilai dan penialaian yang membicarakan perilaku orang.
Semua perilaku mempunyai nilai dan tidak bebas dari penilaian. Jadi, tidak
benar suatu perilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepat, perilaku
adalah beretika baik atau beretika tidak baik. Sejalan dengan perkembangan
penggunaan bahasa yang berlaku sekarang, istilah tidak etis dan etis tidak baik
untuk hal yang sama. Demikian juga etis dan etis baik.
Perlu
juga diingat, bahwa pada banyak wacana dalam hal perilaku ini digunakan istilah
baik dan jahat untuk etika karena perbuatan manusia yang tidak baik akan
berarti merusak, sedangkan perbuatan yang baik akan membangun.[3]
Jadi, etika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia. Cara
memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang
perilaku manusia. Antara ilmu pendidikan dan etika memiliki hubungan erat.
Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekat manusia untuk menemukan
kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan
kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sangat sulit membayangkan
perkembangan iptek tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etika agama. Untuk
itulah kemudian ada rumusan pendekatan konseptual yang dapat dipergunakan
sebagai jalan pemecahannya, yakni dengan menggunakan pendekatan etik-moral,
dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang
mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru,
pemerintah, pendidik serta masyarakat luas.
Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan
pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan
kreatif. Tidak hanya pada siswa melainkan pada seluruh komponen yang terlibat
dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Terwujudnya kondisi mental-moral dan
spritual religius menjadi target arah pengembangan sistem pendidikan Islam.
Oleh sebab itu berdasarkan pada pendekatan etik moral, pendidikan Islam
harus berbentuk proses pengarahan perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada
peserta didik ke arah idealitas kehidupan Islami, dengan tetap memperhatikan
dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta
latar belakang sosio budaya masing-masing.[4]
2.
Estetika
dalam Filsafat Pendidikan Islam
Estetika adalah
bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari
sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah pasangan dikotomis, dalam arti
bahwa yang dipermasalahkan secara esensial adalah pengindraan atau persepsi
yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak senang dan
tidak nyaman pada pihak lainnya. Hal ini mengisyaratkan, bahwa ada baiknya bagi
kita untuk menghargai pepatah “de gustibus nun disputdum”, meskipun
tidak mutlak, tidak untuk segala hal.
Estetika
merupakan bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel),
pertanyaan (Langer), atau issues (Farber) mengenai keindahan
menyangkut ruang lingkup, nilai, pengalaman, perilaku, dan pemikiran seniman,
seni, serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia.[5]
Adapun yang mendasari hubungan
antara filsafat pendidikan Islam dan estetika pendidikan adalah lebih menitik
beratkan kepada “predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni. Dalam
dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan
ada tiga interpretasi tentang hakikat seni : Seni sebagai penembusan terhadap
realitas, selain pengalaman, Seni sebagai alat kesenangan, Seni sebagai
ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia
pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses
pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral,
dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang
mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru,
pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam
diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni
(sesuai dengan Islam).
C.
Implikasi Aksiologi dalam Pendidikan Islam
Implikasi
aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai
tersebut dalam kehidupan manusia dan
membinakannya dalam kepribadian peserta didik. Memang untuk
menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang
mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan
untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan.
Pendidikan
harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan sejenisnya
kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika,
estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan
saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga,
kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan
bahkan sebaliknya harus mendapat perhatian.
Ajaran Islam
merupakan perangkat sistem nilai yaitu pedoman hidup secara Islami,
sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologi Pendidikan Islam berkaitan
dengan nilai-nilai, tujuan, dan target yang akan dicapai dalam
pendidikanIslam. Sedangkan tujuan pendidikan Islam menurut
Abuddin Nata adalah untuk mewujudkan manusia yang shaleh, taat
beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akherat.[6]
Nilai-nilai
tersebut harus dimuat dalam kurikulum pendidikan Islam, diantaranya:
1. Mengandung
petunjuk Akhlak
2. Mengandung
upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia
dibumi dan kebahagiaan di akherat.
3. Mengandung
usaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.
4. Mengandung
nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan
dunia dan akhirat.
D.
Kegunaan Aksiologi dalam Ilmu Pendidikan
1.
Aksiologi
Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Teoretis
a.
Kegunaan
bagi ilmu dan teknologi
Hasil ilmu
pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi pendidikan
sebagai salah satu gejala kehidupan manusia. Pemahaman tersebut secara
potensial dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan konsep-konsep ilmiah
pendidikan, baik dalam arti meningkatkan mutu (validitas dan signifikan)
konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada, maupun melahirkan atau
menciptakan konsep-konsep baru, yang secara langsung dan tidak langsung
bersumber pada konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada. Dengan kata
lain, pemahaman terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan secara potensial
mempunyai nilai kegunaan untuk mengembangkan isi dan metode ilmu pendidikan,
mengembangkan mutu professional teoretikus dan praktisi pendidikan.
Rowntree dalam educational
technologi in curuculum development antara lain menyatakan: bahwa oleh
karena teknologi pendidikan adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka
teknologi pendidikan berkenaan dengan desain dan evaluasi kurikulum dan
pengalaman-pengalaman belajar, serta masalah-masalah pelaksanaan dan perbaikannya.
Pada dasarnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah
pendidikan secara rasional, suatu cara berpikir skeptis dan sistematis tentang
belajar dan mengajar.
b.
Kegunaan
bagi filsafat
Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan, secara
potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang
dari kalangan para pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang datang dari
kalangan yang profesional pendidikan, yang termasuk didalamnya para ilmuwan
pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembang
pendidikan. Maraknya kritik pendidikan memberikan kondisi yang menunjang pada
berkembangnya Filsafat Ilmu Pendidikan.
2.
Aksiologi
Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Praktis
a.
Kegunaan
bagi praktek pendidikan
Pemahaman
tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam
menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya.
Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-prinsip
bagaimana orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap
konsep-konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang bagaimana
melakukan tugas-tugas profesional pendidikan. Apabila hal ini terjadi, maka
seorang tenaga pendidikan akan dapat bekerja konsisten dan efisien, karena
dilandasi oleh prinsip-prinsip pendidikan yang jelas terbaca dan kokoh.
Tindakan-tindakannya akan menunjukan arah yang lebih jelas, dan bentuknya pun
tidak asal-asalan, tetapi lebih terpola yang dipilih berdasarkan pertimbangan
prinsip-prinsip pendidikan yang diyakini dan dianutnya.
b.
Kegunaan
bagi seni pendidikan
Disamping
memberi kemungkinan berkembangnya teknologi pendidikan, penerapan konsep-konsep
ilmiah tentang pendidikan dalam praktek, dapat pula memberi peluang pada
berkembangnya seni pendidikan. Sebuah kegiatan pendidikan dikatakan sebuah seni
pendidikan apabila kegiatan tersebut tidak saja mencapai hasil yang diharapkan,
tetapi proses pelaksanaanya dapat memberi keasyikan dan kesenangan, baik bagi
peserta didikmaupun pendidiknya.
Dalam kegiatan sebagai seni, berlangsungnya
suatu proses hubungan sosial, melibatkan emosi yang cukup mendalam dan
nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep
ilmiah pendidikan dalam praktek pendidikan perlu memperhitungkan terpenuhinya
kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa senang ataupun rasa yang
sejenisnya. Hal ini dapat dicapai hanya apabila dikemas dalam bentuk prosedur
dan teknik-teknik pendidikan yang manusiawi dalam arti memperhitungkan aspek
emosional.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Aksiologi adalah istilah yang
berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai. Nilai
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika. etika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia. Sedangkan estetika
adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut indah dan jelek.
B.
KRITIK DAN SARAN
Mungkin
inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini. Meskipun penulisan ini jauh dari sempurna tapi
minimal penulis telah mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak
kesalahan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis butuh saran dan
kritikan demi kesempurnaan makalah ini dan bisa menjadi motivasi untuk masa
depan yang lebih baik dari pada sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh, Uyoh,
2007, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu :
Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan
Wiramihardja, Sutardjo A., 2006, Pengantar
Filsafat, Bandung: PT. Refika Aditama
Mulkhan, A.
Munir, 1994, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam & Dakwah, Yogyakarta : SIPress
Nata, Abuddin, 2008, Manajemen Pendidikan, Jakata: Kencana.
Mudyahardjo, Redja,
2002, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Cet. II
[2] Jujun S. Sumantri. Filsafat Ilmu : Sebuah
Pengantar Populer. (Jakarta : 2005,
Sinar Harapan), hlm. 105
[4] A. Munir Mulkhan, Paradigma
Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah, (Yogyakarta
: SIPress, 1994), hlm. 256
[7] Redja Mudyahardjo, Filsafat
Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002).
Cet. II hlm .189-199