Kamis, 15 Oktober 2015

MAKALAH AKSIOLOGI (ETIKA DAN ESTETIKA) FILSAFAT PENDIDIKAN


AKSIOLOGI (ETIKA DAN ESTETIKA)
 FILSAFAT PENDIDIKAN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Farid Choeroni, M. Si


Disusun Oleh:

1.      Zully Imayatul Ula                        (1410310062)
2.      Laily Nurul Fitriani                       (1410310076)

 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH/B
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga mutu pendidikan Islam kurang berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist. Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi memberikan manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Ontologi membahas tentang hakekat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber pendidikan Islam, serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun dalam makalah ini membahas tentang aksiologi (etika dan estetika) pendidikan Islam.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Aksiologi (Etika dan Estetika)?
2.      Bagaimanakah Etika dan Estetika dalam Filsafat Pendidikan Islam ?
3.      Apa Implikasi Aksiologi dalam Filsafat Pendidikan Islam?
4.      Apa Kegunaan Aksiologi dalam Ilmu Pendidikan?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Aksiologi (Etika dan Estetika)
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.[1]
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.[2]
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.


Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1.      Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika.
2.      Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan.
3.      Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosial politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang aksiologi (nilai) dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B.       Etika dan Estetika dalam Filsafat Pendidikan Islam.
1.      Etika dalam Filsafat Pendidikan Islam.
Etika adalah bagian filsafat nilai dan penialaian yang membicarakan perilaku orang. Semua perilaku mempunyai nilai dan tidak bebas dari penilaian. Jadi, tidak benar suatu perilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepat, perilaku adalah beretika baik atau beretika tidak baik. Sejalan dengan perkembangan penggunaan bahasa yang berlaku sekarang, istilah tidak etis dan etis tidak baik untuk hal yang sama. Demikian juga etis dan etis baik.
Perlu juga diingat, bahwa pada banyak wacana dalam hal perilaku ini digunakan istilah baik dan jahat untuk etika karena perbuatan manusia yang tidak baik akan berarti merusak, sedangkan perbuatan yang baik akan membangun.[3]
Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. Antara ilmu pendidikan dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekat manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sangat sulit membayangkan perkembangan iptek tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etika agama. Untuk itulah kemudian ada rumusan pendekatan konseptual yang dapat dipergunakan sebagai jalan pemecahannya, yakni dengan menggunakan pendekatan etik-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas.
 Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan kreatif. Tidak hanya pada siswa melainkan pada seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual religius menjadi target arah pengembangan sistem pendidikan Islam. Oleh sebab itu berdasarkan pada pendekatan etik moral, pendidikan Islam harus berbentuk proses pengarahan perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada peserta didik ke arah idealitas kehidupan Islami, dengan tetap memperhatikan dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta latar belakang sosio budaya masing-masing.[4]
2.      Estetika dalam Filsafat Pendidikan Islam
Estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah pasangan dikotomis, dalam arti bahwa yang dipermasalahkan secara esensial adalah pengindraan atau persepsi yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak senang dan tidak nyaman pada pihak lainnya. Hal ini mengisyaratkan, bahwa ada baiknya bagi kita untuk menghargai pepatah “de gustibus nun disputdum”, meskipun tidak mutlak, tidak untuk segala hal.
Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel), pertanyaan (Langer), atau issues (Farber) mengenai keindahan menyangkut ruang lingkup, nilai, pengalaman, perilaku, dan pemikiran seniman, seni, serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia.[5]
Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan Islam dan estetika pendidikan adalah lebih menitik beratkan kepada “predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni : Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman, Seni sebagai alat kesenangan, Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
 Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan Islam).
C.      Implikasi Aksiologi dalam Pendidikan Islam
Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan   membinakannya dalam kepribadian peserta didik. Memang un­tuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan.
Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika, estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan bahkan sebalik­nya harus mendapat perhatian.
Ajaran Islam merupakan perangkat sistem nilai yaitu pedoman hidup secara Islami, sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologi Pendidikan Islam berkaitan dengan nilai-nilai, tujuan, dan target yang akan dicapai dalam pendidikanIslam. Sedangkan tujuan pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah untuk mewujudkan manusia yang shaleh, taat beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akherat.[6] 
Nilai-nilai tersebut harus dimuat dalam kurikulum pendidikan Islam, diantaranya:
1. Mengandung petunjuk Akhlak
2. Mengandung upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia
    dibumi dan kebahagiaan di akherat.
3. Mengandung usaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.
4. Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan
    dunia dan akhirat.                   
D.      Kegunaan Aksiologi dalam Ilmu Pendidikan
1.         Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Teoretis
a.    Kegunaan bagi ilmu dan teknologi
Hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia. Pemahaman tersebut secara potensial dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan konsep-konsep ilmiah pendidikan, baik dalam arti meningkatkan mutu (validitas dan signifikan) konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptakan konsep-konsep baru, yang secara langsung dan tidak langsung bersumber pada konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada. Dengan kata lain, pemahaman terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan secara potensial mempunyai nilai kegunaan untuk mengembangkan isi dan metode ilmu pendidikan, mengembangkan mutu professional teoretikus dan praktisi pendidikan.
Rowntree dalam educational technologi in curuculum development antara lain menyatakan: bahwa oleh karena teknologi pendidikan adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka teknologi pendidikan berkenaan dengan desain dan evaluasi kurikulum dan pengalaman-pengalaman belajar, serta masalah-masalah pelaksanaan dan perbaikannya. Pada dasarnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah pendidikan secara rasional, suatu cara berpikir skeptis dan sistematis tentang belajar dan mengajar.
b.    Kegunaan bagi filsafat
Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan, secara potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang dari kalangan para pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang datang dari kalangan yang profesional pendidikan, yang termasuk didalamnya para ilmuwan pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembang pendidikan. Maraknya kritik pendidikan memberikan kondisi yang menunjang pada berkembangnya Filsafat Ilmu Pendidikan.
2.    Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Praktis
a.    Kegunaan bagi praktek pendidikan
Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya. Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-prinsip bagaimana orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang bagaimana melakukan tugas-tugas profesional pendidikan. Apabila hal ini terjadi, maka seorang tenaga pendidikan akan dapat bekerja konsisten dan efisien, karena dilandasi oleh prinsip-prinsip pendidikan yang jelas terbaca dan kokoh. Tindakan-tindakannya akan menunjukan arah yang lebih jelas, dan bentuknya pun tidak asal-asalan, tetapi lebih terpola yang dipilih berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip pendidikan yang diyakini dan dianutnya.

b.    Kegunaan bagi seni pendidikan
Disamping memberi kemungkinan berkembangnya teknologi pendidikan, penerapan konsep-konsep ilmiah tentang pendidikan dalam praktek, dapat pula memberi peluang pada berkembangnya seni pendidikan. Sebuah kegiatan pendidikan dikatakan sebuah seni pendidikan apabila kegiatan tersebut tidak saja mencapai hasil yang diharapkan, tetapi proses pelaksanaanya dapat memberi keasyikan dan kesenangan, baik bagi peserta didikmaupun pendidiknya.
 Dalam kegiatan sebagai seni, berlangsungnya suatu proses hubungan sosial, melibatkan emosi yang cukup mendalam dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan dalam praktek pendidikan perlu memperhitungkan terpenuhinya kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa senang ataupun rasa yang sejenisnya. Hal ini dapat dicapai hanya apabila dikemas dalam bentuk prosedur dan teknik-teknik pendidikan yang manusiawi dalam arti memperhitungkan aspek emosional.[7]







BAB III
PENUTUP
A.           KESIMPULAN
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia. Sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.

B.            KRITIK DAN SARAN
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini. Meskipun penulisan ini jauh dari sempurna tapi minimal penulis telah  mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis butuh saran dan kritikan demi kesempurnaan makalah ini dan bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari pada sebelumnya.







DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh, Uyoh, 2007,  Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sumantri, Jujun S. 2005.  Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan
Wiramihardja, Sutardjo A., 2006, Pengantar Filsafat, Bandung: PT. Refika Aditama
Mulkhan, A. Munir, 1994, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah, Yogyakarta : SIPress
Nata, Abuddin, 2008, Manajemen Pendidikan, Jakata: Kencana.
Mudyahardjo, Redja, 2002, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet. II



















[1] Uyoh Sadulloh,  Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007),  hlm. 36
[2] Jujun S. Sumantri.  Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer.  (Jakarta : 2005, Sinar Harapan),  hlm. 105

[3] Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006) hlm. 157-158

[4]  A. Munir Mulkhan,  Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah,  (Yogyakarta : SIPress, 1994),  hlm. 256
 [5] Sutardjo , Op. cit hlm . 162
[6] .Abuddin Nata,  Manajemen Pendidikan,  (Jakata: Kencana,  2008) , hlm : 2
[7]  Redja Mudyahardjo,  Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002). Cet. II hlm .189-199

Tidak ada komentar:

Posting Komentar